http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/issue/feedJurnal Kedokteran Universitas Lampung2025-06-29T00:00:00+00:00Sofyan Musyabiq Wijaya, S.Gz.,M.Gzjkunila@gmail.comOpen Journal Systems<p align="justify"><strong>Jurnal Kedokteran Universitas Lampung</strong><strong> (JK Unila) </strong>is a journal of scientific publications published every six months using a peer review system for article selection. Jurnal Kedokteran Universitas Lampung (JK Unila) can receive original research articles relevant to medicine and health, meta-analysis , case reports and medical science update. <strong>JK Unila</strong> is intended to ensure that only good paper is published. All incoming manuscripts are peer-reviewed at least 2 (two) reviewers, before being accepted for publication. The reviewers remain anonymous to the author throughout and following the refereeing process. At the same time, the identity of the author is also unknown to the reviewers. Each manuscript is basically reviewed by two reviewers. The criteria which are asked reviewers i.e. the originality, clarity of of the method and the result, correctly cied previous relevant work. The common time for refereeing process is approximately 4 week. Reviewers are carefully selected from the nationally university and research community.</p>http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3471Dispepsia : Klasifikasi, Faktor Risiko, Patofisiologi dan Tatalaksana2025-03-08T14:50:58+00:00juke Kedokteranjuke@unila.ac.id<p>Dispepsia merupakan kumpulan gejala yang mengarah pada penyakit/gangguan saluran pencernaan atas. Prevalensi <em>uninvestigated dyspepsia </em>dan dispepsia fungsional di Asia adalah 5-30%. Studi surveilans prospektif <em>Domestic International Gastro Enterology Surveillance Study </em>(DIGEST) menunjukkan bahwa sekitar 1/3 dari 5.500 orang mengeluhkan gejala dispepsia, 6,5% di antaranya adalah dispepsia akut dan 22,5% dispepsia kronik. Faktor risiko dispepsia sebagian besar berasal dari faktor diet dan gaya hidup. Faktor psikologis juga berperan dalam memicu dispepsia. Penyebab dispepsia fungsional bersifat heterogen dan multifaktorial, melibatkan gangguan motilitas, disfungsi sensorimotor akibat hipersensitivitas terhadap stimulus mekanik dan kimia, aktivasi sistem imun, peningkatan permeabilitas mukosa pada usus halus bagian proksimal, serta gangguan sistem saraf enterik dan otonom. Terapi dispepsia disesuaikan dengan jenisnya, yaitu terapi dispepsia organik meliputi dispepsia terkait GERD, ulkus peptikum terkait infeksi <em>Helicobacter pylori </em>dan penggunaan NSAID, serta terapi dispepsia fungsional.</p> <p><strong>Kata Kunci: </strong>Dispepsia, dispepsia fungsional, dispepsia organik, GERD, <em>H. pylorii</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3472Efikasi Kortikosteroid dalam Pengobatan AIHA2025-03-08T14:58:22+00:00juke Kedokteranjuke@unila.ac.id<p>Anemia hemolitik autoimun (<em>Autoimmune Hemolytic Anemia = AIHA)</em> adalah kelainan yang terjadi pada eritrosit dimana terjadi kerusakan eritrosit oleh autoantibodi dalam tubuh seseorang. Hal ini menyebabkan eritrosit hancur lebih cepat karna diserang oleh autoantibodi yang diproduksi oleh tubuh pasien sendiri, sehingga terjadi hemolisis. AIHA merupakan jenis anemia yang cukup jarang terjadi. Tatalaksana yang diberikan pada pasien dengan AIHA dapat diberikan kortikosteroid sebagai lini pertama dengan dosis awal 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 1-3 minggu pemberian hingga kadar hemoglobin mencapai lebih dari 10 g/dL. Pemberian kortikosteroid efektif pada 70-85% pasien dan dikurangi perlahan dalam jangka waktu 6-12 bulan. Data mengenai karakteristik demografi dan respon pengobatan AIHA dengan pemberian kortikosteroid belum banyak didapatkan di Indonesia. Penggunaan kortikosteroid sebagai lini pertama dari pengobatan AIHA sebelumnya didasarkan pada pengalaman dan bukan dengan bukti yang kuat. Hanya terdapat sedikit informasi yang dipublikasikan mengenai efektivitas kortikosteroid dalam pengobatan AIHA.</p> <p><br><strong>Kata Kunci: </strong>Efikasi, AIHA, Kortikosteroid</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3509Hubungan Antara Status Bekerja Dengan Kualitas Hidup Mahasiswa2025-06-05T09:31:55+00:00suharmantoarman suharmantosuharmanto741@gmail.com<p>Kualitas hidup merupakan pandangan seseorang tentang kesejahteraan hidup yang dapat dipengaruhi oleh pekerjaan seseorang. Studi terdahulu mendapatkan adanya hubungan status bekerja dengan kualitas hidup. Tujuan penelitian ini mengetahui hubungan status bekerja dengan kualitas hidup. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan <em>cross-sectional</em>. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung pada Januari-Februari 2025. Populasi adalah seluruh mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat sebanyak 30 orang, diambil menggunakan <em>total</em> <em>sampling</em>. Variabel dalam penelitian ini adalah status bekerja dan kualitas hidup. Alat pengumpul data dalam penelitian ini antara lain adalah kuesioner dan WHO-QOL BREF. Analisis data yang digunakan adalah persentase dan uji Chi Square. Penelitian mendapatkan responden mempunyai status belum bekerja dan bekerja sebesar 50,0%, mempunyai kualitas hidup yang baik (53,3%). Sebagian besar responden yang kualitas baik adalah dengan status belum bekerja (73,3%), sedangkan sebagian besar yang kualitas hidup kurang baik dengan status bekerja (66,7%). Penelitian mendapatkan bahwa ada hubungan antara status bekerja dengan kualitas hidup mahasiswa (p=0,028).</p> <p><strong>Kata Kunci</strong> : kualitas hidup, mahasiswa, status bekerja</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3510Hubungan Antara Aktifitas Fisik Dengan Kualitas Hidup Mahasiswa2025-06-12T23:26:39+00:00suharmantoarman suharmantosuharmanto741@gmail.com<p>Kualitas hidup merupakan pandangan seseorang tentang kesejahteraan hidup yang dapat dipengaruhi oleh aktifitas fisik. Studi terdahulu mendapatkan adanya hubungan aktifitas fisik dengan kualitas hidup. Tujuan penelitian ini mengetahui hubungan aktifitas fisik dengan kualitas hidup. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan <em>cross-sectional</em>. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung pada Januari-Februari 2025. Populasi adalah seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung sebanyak 764 orang, diambil menggunakan <em>purposive</em> <em>sampling</em>. Variabel dalam penelitian ini adalah aktifitas fisik dan kualitas hidup. Alat pengumpul data dalam penelitian ini antara lain adalah kuesioner dan WHO-QOL BREF. Analisis data yang digunakan adalah persentase dan uji Chi Square. Penelitian mendapatkan responden mempunyai aktifitas fisik ringan (88,0%), dan mempunyai kualitas hidup yang kurang baik (56,0%). Sebagian besar responden yang kualitas baik adalah dengan aktifitas fisik sedang (70,0%), sedangkan sebagian besar yang kualitas hidup kurang baik dengan aktifitas berat (83,3%). Penelitian mendapatkan bahwa ada hubungan antara aktifitas fisik dengan kualitas hidup mahasiswa (p=0,041).</p> <p><strong>Kata Kunci</strong> : kualitas hidup, mahasiswa, aktifitas fisik</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3589Laporan Kasus : Laki-laki 64 tahun dengan Kolangitis Akut disebabkan Koledokolithiasis dan Kelainan Anatomi Duktus Sistikus yang Bermuara pada Ductus Hepatikus Kiri serta Stenosis di Distal Duktus Koledokus2025-06-12T23:22:39+00:00Risal Wintokorisalwintoko.dr@gmail.com<p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Pendahuluan : Kelainan struktur anatomi di mana ductus cysticus (saluran kandung empedu) langsung bermuara ke ductus hepaticus kiri merupakan variasi yang sangat jarang terjadi. Persentase kejadian variasi ini diperkirakan kurang dari 1% dari populasi. Hal ini termasuk dalam variasi anatomi duktus biliaris yang tidak biasa dan penting untuk dikenali, terutama saat melakukan prosedur bedah seperti laparoskopik kolesistektomi maupun explorasi ductus billiaris, guna menghindari cedera pada saluran empedu. Kasus : Seorang laki-laki usia 64 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas, demam, mual-mual, mata tampak kuning dan badan terasa gatal. Pemeriksaan fisik di dapatkan murphy sign, sclera ikterik dan badan kuning, dari pemeriksaan USG abdomen didapatkan batu multiple di kantong empedu dengan ukuran diameter terbesar 0,8 cm dan batu multiple kecil-kecil di Common bile duct (CBD) yang menyebabkan diltasi Common bile duct sampai Intra hepatic bile duct (IHBD). Di lakukan laparoskopi explorasi CBD saat operasi ditemukan perlengketan gallbladder dengan omentum dan struktur billier sulit diidentifikasi, kemudian diputuskan di lakukan konversi laparotomi. Dilakukan adhesiolisis dan intra operatif cholangiografi di dapatkan ductus sistikus yang bermuara pada ductus hepatikus kiri dan stenosis di distal CBD. Kemudian di putuskan dilakukan kolesistektomi, extraksi batu di CBD serta bypass koledokoduodenostomi. Diskusi : Evaluasi radiologi dengan USG abdomen, CT scan abdomen, MRI abdomen sangat di butuhkan untuk memastikan anatomi struktur billier sebelum tindakan pembedahan di lakukan untuk menghindari komplikasi. Pemeriksaan pencitraan intraoperative seperti IOC, koledokoskopi ataupun USG intraoperatif sangat di butuhkan untuk memastikan struktur anatomis dan kelainan lain yang di dapat. Kesimpulan : Kolangitis akut pada pasien ini disebabkan oleh koledokolithiasis yang diperberat dengan kelainan anatomi dan stenosis distal. Pengenalan dini terhadap kelainan anatomi biliaris sangat penting dalam merencanakan intervensi terapeutik yang tepat.<br><br></p> <p>Kata kunci: Kolangitis akut, Koledokolithiasis, Kelainan anatomi bilier, Duktus sistikus, Stenosis duktus koledokus</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3593Subcutaneous Emphysema Following Chest Tube Insertion in a Patient with Secondary Spontaneous Pneumothorax Due to Chronic Obstructive Pulmonary Disease: A Case Report.2025-06-18T17:54:16+00:00adityo wibowoaditpulmo@gmail.com<p>Pneumothorax, characterized by the accumulation of air in the pleural cavity and subsequent lung collapse, is a critical clinical entity with significant morbidity, particularly in patients with underlying chronic lung disease such as chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Subcutaneous emphysema, although a recognized complication of chest tube insertion, can present diagnostic and management challenges, especially in patients with severe underlying lung disease. We report the case of a 71-year-old male with a history of moderate smoking and untreated COPD who presented with acute worsening dyspnea, pleuritic chest pain, and productive cough. The patient was initially diagnosed with an acute exacerbation of COPD and subsequently developed a left-sided secondary spontaneous pneumothorax, confirmed by chest radiography. Following chest tube insertion, the patient developed extensive subcutaneous emphysema, manifesting as palpable crepitus and swelling extending from the left chest to the neck and abdomen. This case highlights the importance of early recognition and management of pneumothorax and its potential complications in patients with pneumothorax. Subcutaneous emphysema following chest tube insertion can rapidly progress and compromise respiratory function. Awareness of risk factors and vigilant monitoring are essential to optimize outcomes in this vulnerable patient population.</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3594Waktu Paparan Layar (Screen Time): Hubungannya dengan Pola Makan dan Status Gizi Balita2025-06-14T15:13:24+00:00Eka Putri Rahmadhaniekaputrirh@fk.unila.ac.id<p>Perkembangan perangkat elektronik, ketersediaan konten digital, dan kemudahan akses internet telah mengubah pola interaksi dan aktivitas harian balita, paparan layar (<em>screen time</em>) baik dari televisi, tablet, maupun <em>smartphone</em> semakin banyak digunakan bahkan sejak usia dini. Berbagai studi menunjukkan bahwa <em>screen time</em> berlebihan, terutama dengan durasi yang melebihi 1 jam per hari, berkorelasi kuat dengan penurunan asupan buah dan sayur serta peningkatan konsumsi makanan ultra proses yang tinggi kalori, camilan manis, dan minuman berpemanis buatan. Paparan layar (<em>screen time</em>) saat waktu makan menimbulkan fenomena <em>distracted eating</em>, yang menyebabkan balita menjadi kurang responsif terhadap sinyal lapar dan kenyang, sehingga balita berpotensi mengonsumsi lebih banyak kalori tanpa disadari. Selain itu, paparan tersebut dikaitkan dengan perilaku <em>picky eating</em> dan kesulitan makan mandiri yang dapat mempengaruhi asupan gizi yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan balita terutama perkembangan kognitif, sosial dan emosional. Peran orang tua terbukti sangat penting dalam mengatur durasi dan kualitas konten yang ditonton oleh anak sehingga orang tua harus menjadi contoh bagi anak dalam menetapkan batasan waktu yang konsisten saat <em>screen time</em>. Intervensi yang melibatkan keluarga, pembuat kebijakan setempat, dan pemerintah menjadi kunci untuk menegakkan batasan optimal terkait <em>screen time</em> bagi balita selama kurang dari 1 jam/hari, serta membatasi <em>screen time</em> saat waktu makan. Upaya ini diharapkan dapat menumbuhkan pola makan seimbang, mendukung terbentuknya status gizi optimal, dan menjamin tumbuh kembang balita yang sehat.</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3597Hubungan Infeksi Cacing Soil-Transmitted Helminths Dengan Status Gizi dan Anemia pada Anak Sekolah Dasar2025-06-18T18:05:51+00:00Putri Damayantidamaiiputri@gmail.com<p>Infeksi cacing <em>Soil-Transmitted Helminths</em> (STH) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih banyak dijumpai di negara berkembang, terutama pada kelompok anak usia pra sekolah dan usia sekolah dasar. Infeksi ini disebabkan oleh cacing nematoda usus yang menginfeksi manusia melalui larva cacing yang infektif. Prevalensi infeksi STH di Indonesia masih relatif tinggi. Infeksi STH dapat menyebabkan malnutrisi dan anemia pada anak. Jenis cacing yang menginfeksi yaitu <em>Ascaris lumbricoides</em>, <em>Trichuris trichiura</em>, <em>Necator americanus, </em>dan<em> Ancylostoma duodenale</em> dapat mengganggu proses penyerapan zat gizi, menurunkan nafsu makan, serta menyebabkan kehilangan darah yang bersifat kronis. Akibatnya, anak-anak yang terinfeksi berisiko mengalami malnutrisi, penurunan berat badan, stunting, serta anemia defisiensi besi. Faktor risiko pada infeksi ini disebabkan karena tidak memakai alas kaki, tidak mencuci tangan dengan sabun, dan kurangnya edukasi tentang sanitasi.</p> <p> </p> <p>Kata kunci: Soil-Transmitted Helminth, Anemia, Status Gizi</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3598Dehidrasi dan Pengaturan Cairan pada Atlet2025-06-18T18:00:57+00:00Sonya Hayu Indraswarisonyahayuindraswari@gmail.comInes Ratni Pravitasariinesratnip@unej.ac.idVadira Rahma Saridirarhms@unej.ac.idEka Putri Rahmadhaniekaputrirh@fk.unila.ac.id<p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang dirangkai atau direncanakan secara teratur dan terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dengan tujuan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas hidup serta mencapai kebugaran jasmani. Tubuh membutuhkan energi yang berasal dari makanan yang kemudian akan diubah menjadi sumber energi bagi otot untuk berkontraksi saat berolahraga. Air merupakan komponen yang sering terabaikan jika dibandingkan dengan zat gizi makro dan mikro lainnya. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa sebagian besar atlet mengalami dehidrasi, baik saat periode latihan ataupun saat periode pertandingan. Dehidrasi pada atlet akan menyebabkan berbagai masalah, yaitu sulit untuk berkonsentrasi, meningkatkan resiko cedera, suhu tubuh meningkat, mudah mengalami kelelahan, kejang otot dan koordinasi gerak melambat. Masalah dehidrasi yang terjadi pada atlet tersebut pada akhirnya akan menyebabkan penurunan performa, yang akan berpengaruh pada prestasi atlet Artikel ini akan membahas tentang gambaran dehidrasi pada atlet di berbagai macam cabang olahraga dan bagaimana pengaturan cairan yang benar untuk menjaga status hidrasi atlet.</p> <p><strong>Kata Kunci: Atlet, Dehidrasi, Cairan</strong></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3599Akselerasi Penanggulangan Tuberkulosis melalui Pendekatan Public-Private Mix di Indonesia: Sebuah Tinjauan Pustaka2025-06-18T18:19:22+00:00Nanda Fitri Wardaninandawardani@fk.unila.ac.id<p class="s13"><span class="s11"><span class="bumpedFont17">Tuberkulosis</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> (TB) </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">masih</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">menjadi</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">masalah</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">kesehatan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">masyarakat</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> yang </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">signifikan</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> di Indonesia, </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">dengan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">tantangan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">utama</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">berupa</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">rendahnya</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">angka</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">deteksi</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">kasus</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> dan </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">kurangnya</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">pelaporan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">dari</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">sektor</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">swasta</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">. Artikel </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">ini</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">menyajikan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">tinjauan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">pustaka</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">terhadap</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">implementasi</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">pendekatan</span></span> <span class="s12"><span class="bumpedFont17">Public-Private Mix</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> (PPM) </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">dalam</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">penanggulangan</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> TB, </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">baik</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">secara</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> global </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">maupun</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> di Indonesia. </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">Pendekatan</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> PPM </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">bertujuan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">mengintegrasikan</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">seluruh</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">penyedia</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">layanan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">kesehatan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">baik</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">p</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">emerintah</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">maupun</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">swasta</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">ke</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">dalam</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">sistem</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">pengendalian</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> TB </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">nasional</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">untuk</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">memperkuat</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">notifikasi</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">kasus</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">, </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">menjamin</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> tata </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">laksana</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> yang </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">sesuai</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">standar</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">, dan </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">meningkatkan</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">capaian</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">pengobatan</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">. Studi </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">dari</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">berbagai</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> negara </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">seperti</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> India, Korea Selatan, dan Filipina </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">menunjukkan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">bahwa</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">pelibatan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">aktif</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">sektor</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">swasta</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">melalui</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">insentif</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">, </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">sistem</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">pelaporan</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> digital, dan </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">akreditasi</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">fasilitas</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">kesehatan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">dapat</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">meningkatkan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">angka</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">keberhasilan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">pengobatan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">serta</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">mengurangi</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">pasien</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">putus</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">berobat</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">. Di Indonesia, </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">pelaksanaan</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> PPM </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">melalui</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> strategi </span></span><span class="s12"><span class="bumpedFont17">District-based PPM</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">telah</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">menunjukkan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">hasil</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">positif</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">namun</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">masih</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">menghadapi</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">tantangan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">dalam</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">koordinasi</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">, </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">pendanaan</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">, dan </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">kapasitas</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">daerah</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">. </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">Dengan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">mengadopsi</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">praktik</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">terbaik</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> global dan </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">menyesuaikannya</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">dengan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">konteks</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">lokal</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">, PPM </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">memiliki</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">potensi</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">besar</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">untuk</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">mempercepat</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">eliminasi</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> TB di Indonesia pada 2030. </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">Tinjauan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">ini</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">menekankan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">perlunya</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">dukungan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">politik</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">, </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">penguatan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">regulasi</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">, dan </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">kolaborasi</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">multisektoral</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">sebagai</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">fondasi</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">keberhasilan</span></span> <span class="s11"><span class="bumpedFont17">implementasi</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> PPM di masa </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">mendatang</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">.</span></span></p> <p class="s14"> </p> <p class="s13"><span class="s9"><span class="bumpedFont17">Kata </span></span><span class="s9"><span class="bumpedFont17">kunci</span></span><span class="s9"><span class="bumpedFont17">: </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">Tuberkulosis</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">, Public-Private Mix, </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">Eliminasi</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17"> TB, </span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">Sistem</span></span><span class="s11"><span class="bumpedFont17">Kesehatan</span></span></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3601Principles and Strategies for Providing Complementary Foods to Infants and Children Aged 6-23 Months2025-06-18T17:59:07+00:00Ines Pravitasariinesratnip@unej.ac.idSonya Hayu Indraswari199212262024062001@mail.unej.ac.id<p><em>Providing complementary foods (MPASI) is the provision of additional food when breast milk or formula milk alone is no longer sufficient to meet nutritional needs. Infants and toddlers who are in the growth and development period require sufficient and varied nutritional intake to optimize their growth and development. This period is very important for children to accept healthy food and drinks and to implement long-term eating patterns. Inadequate nutrition in the early stages of life will result in growth faltering so that children become shorter than the normal size of children their age.</em> <em>Providing appropriate complementary foods is very important because it can have an impact on various aspects of a child's life.</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3603Pemanfaatan Jantung Pisang sebagai Lactagogue Alami untuk Optimalisasi Produksi ASI2025-06-18T17:57:39+00:00Wiwi Febriani Febrianiwiwifebriani21@gmail.comRamadhana Komalaramadhana.komala@fk.unila.ac.id<p>Produksi ASI yang optimal sangat penting untuk mendukung kesehatan ibu dan bayi. Namun, berbagai faktor seperti stres, kurangnya stimulasi menyusui, serta pola makan yang kurang mendukung sering kali menghambat produksi ASI. Salah satu pendekatan yang potensial dan semakin banyak diteliti adalah penggunaan lactagogue alami, termasuk jantung pisang (banana blossom), yang kaya akan zat gizi dan senyawa bioaktif seperti flavonoid, tanin, dan fitoestrogen. Artikel ini meninjau literatur mengenai potensi jantung pisang sebagai lactagogue alami melalui mekanisme peningkatan hormon prolaktin dan oksitosin. Selain itu, jantung pisang dinilai memiliki prospek besar sebagai bahan pangan fungsional yang mudah diolah dan berdaya guna, serta mendukung ketahanan pangan lokal. Bukti ilmiah dari studi in vitro dan in vivo menunjukkan potensi positif, meskipun masih diperlukan uji klinis lebih lanjut untuk konfirmasi. Pemanfaatan jantung pisang tidak hanya menjanjikan manfaat kesehatan, tetapi juga memberdayakan masyarakat melalui inovasi pangan lokal yang berkelanjutan.</p> <p><strong>Kata kunci</strong>: jantung pisang, lactagogue alami, produksi ASI, fitoestrogen, pangan fungsional</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3604VO₂max sebagai Prediktor Kebugaran Kardiorespirasi: Studi Literatur2025-06-16T06:38:59+00:00Ramadhana Komalaramadhanakomala24@gmail.comWiwi Febrianiwiwifebriani21@gmail.com<p>VO₂max or maximal oxygen uptake is the main indicator of cardiorespiratory fitness that describes the body's maximum capacity to consume oxygen during physical activity. In the last decade, VO₂max has not only been used to assess physical performance, but has also been recognized as a strong predictor of morbidity and mortality from chronic diseases such as heart disease, diabetes, and cancer. Its value is greatly influenced by various factors such as age, gender, body composition, nutritional status, and physical activity. As a measure of the effectiveness of an exercise program, an increase in VO₂max reflects positive physiological adaptations, especially through structured aerobic exercise. Along with technological advances, VO₂max measurement methods are now not only limited to laboratories, but can also be done practically through field tests, non-exercise estimation models, and wearable devices based on sensors and artificial intelligence algorithms. This study concludes that VO₂max is an essential parameter in assessing fitness and health, and has great potential as a screening and monitoring tool for public health in general.</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3606SILICOSIS, A WORK-RELATED DISEASE IN CONSTRUCTION WORKERS AND MINERS EXPOSED TO SILICA DUST2025-06-18T17:55:25+00:00Syazili Mustofasyazilimustofa.dr@gmail.com<p>Silicosis is a fibrotic lung disease caused by the inhalation, retention, and reaction to crystalline silica. The primary factors contributing to the pathogenesis of silicosis are dust particles and the body's response, particularly the respiratory tract's reaction to these dust particles. Silica is a naturally occurring substance found in some types of rocks, sand, and clay. Silicosis primarily affects workers exposed to silica dust in occupations such as construction and mining. The mediators that play the most significant role in the pathogenesis of silicosis are Tumor Necrosis Factor (TNF)-α, Interleukin (IL)-6, IL-8, the activity of platelet-derived growth factor (PDGF), and transforming growth factor (TGF)-β. The major criteria for diagnosing silicosis include a significant history of silica dust exposure, characteristic radiological abnormalities (such as pulmonary nodules on chest X-rays or CT scans), and sometimes clinical symptoms, including a progressive cough and shortness of breath. The management of silicosis is symptomatic, meaning it is only aimed at reducing symptoms. It is very important to eliminate the source of exposure to prevent the disease from worsening.</p> <p><strong> </strong></p> <p><strong>Keywords: </strong>silicosis, pathogenesis, diagnosis, treatment</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3613Case Report : Suspected Sexual Intercourse Involving A 9 Years Old Child2025-06-19T01:41:38+00:00Putu Ika Widyasariputuikawdysr09@gmail.comSeptia Eva Lusinaseptiaevalusina@gmail.com<p>Sexual intercourse involving a child is a serious issue that can have detrimental effects on the physical, psychological, and social well-being of victims. One of the commonly used forensic evaluation methods is the examination of the genitalia to assess indications of penetration. However, this examination has limitations, as not all cases of suspected sexual intercourse leave clear physical signs. This case report discusses the forensic examination of a 9-year-old girl suspected of experiencing sexual intercourse. The examination results revealed abrasions and tear on the genitalia. Based on these findings, genital examination can serve as part of forensic evidence in proving cases of sexual violence. A more comprehensive approach, including a thorough clinical examination and forensic interview, is essential to ensure the accuracy of diagnoses in a case of suspected sexual intercourse involving a child.</p> <p><strong>Keywords:</strong> suspected sexual intercourse involving a child, genitalia, forensic, visum et repertum</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3619 Peran Protein dalam Mendukung Pemulihan Klinis Penderita Tuberkulosis2025-06-24T17:06:35+00:00Wiwi Febriani Febrianiwiwifebriani21@gmail.com<p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang masih menjadi permasalahan kesehatan global, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Pemulihan pasien TBC memerlukan pengobatan jangka panjang dan dukungan gizi yang memadai. Protein merupakan komponen gizi makro yang berperan penting dalam proses penyembuhan melalui perbaikan jaringan, fungsi imun, serta mendukung efektivitas pengobatan. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji peran protein dalam mendukung pemulihan klinis penderita TBC melalui telaah literatur dari berbagai jurnal yang relevan. Hasil kajian menunjukkan bahwa asupan protein yang adekuat berhubungan erat dengan percepatan konversi BTA negatif, peningkatan kadar albumin, dan perbaikan gejala klinis pada pasien TBC. Penambahan sumber protein, seperti putih telur, juga terbukti bermanfaat dalam mengurangi peradangan dan meningkatkan transportasi obat. Temuan ini menegaskan bahwa integrasi intervensi gizi, khususnya protein, dalam penanganan TBC perlu menjadi bagian dari strategi pengobatan komprehensif untuk mendukung pemulihan optimal pasien.</p> <p><strong>Kata kunci</strong>: tuberkulosis, protein, pemulihan klinis, gizi, konversi BTA</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3528Non-surgical Treatment for Recurrent Hemoptysis Due to a Pulmonary Aspergilloma: A Case Report2025-06-08T16:11:44+00:00adityo wibowoaditpulmo@gmail.com<p>Aspergilloma is a distinct form of chronic pulmonary aspergillosis characterized by the formation of a fungal mass composed of living and dead <em>Aspergillus</em> hyphae, inflammatory cells, and tissue debris within preexisting lung cavities. The condition is predominantly caused by <em>Aspergillus fumigatus</em>. Aspergillomas are classified as simple or complex based on cavity wall thickness and surrounding lung parenchyma. Complex aspergillomas develop in thick-walled, fibrotic cavities and present with more severe symptoms, including hemoptysis, chest discomfort, and impaired respiratory function. Although spontaneous resolution occurs in less than 10% of cases, surgical intervention, such as segmentectomy or lobectomy, is indicated for recurrent or life-threatening hemoptysis. Non-surgical options, including antifungal therapy and bronchial artery embolization, may be considered for patients with contraindications to surgery or milder symptoms. Early recognition and appropriate management are essential to reduce morbidity and mortality associated with this potentially life-threatening condition.</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3595Dampak Desinkronisasi Jam Biologis Terhadap Aktivitas HPA-AXIS2025-06-18T18:07:50+00:00Ayu Tiara FItriayutiarafitri@fk.unila.ac.id<p>Desinkronisasi ritme sirkadian yang disebabkan oleh <em>shift work</em> dan jet lag berdampak langsung pada fungsi <em>hypothalamic–pituitary–adrenal</em> (HPA)-axis, pengatur utama respons stres dan metabolisme. Ketidaksesuaian antara <em>suprachiasmatic nucleus</em> (SCN) dan jam sirkadian perifer memicu peningkatan kadar basal kortisol pada pagi hari sekaligus menurunkan puncak respons kortisol terhadap stres akut. Akumulasi hormon stres ini berkontribusi pada disrupsi pelepasan sitokin pro-inflamasi (misalnya IL-6, TNFα) yang tidak terkoordinasi, sehingga melemahkan fungsi imun bawaan (<em>Innate immunity) </em>dan adaptif (<em>Adaptive immunity</em>). Selain itu, gangguan ritme kortisol berkaitan erat dengan ketidakseimbangan metabolisme energi, yang mempercepat resistensi insulin dan memicu peningkatan asupan kalori di jam yang tidak sesuai dengan fase aktif tubuh. Kondisi ini diperparah oleh perubahan ekspresi gen jam sirkadian (CLOCK, BMAL1, PER, CRY) di organ perifer, mempengaruhi homeostasis glikemik dan redoks harian. Dampak kumulatifnya adalah peningkatan risiko kardiometabolik, termasuk hipertensi, obesitas, dan disfungsi glikemik, juga terjadinya penurunan efisiensi sistem imun. Temuan tinjauan ini menekankan pentingnya pemahaman integratif mengenai mekanisme molekuler dan fisiologis desinkronisasi sirkadian dalam konteks kesehatan kerja dan klinis, sebagai dasar untuk merancang strategi pencegahan yang sesuai.</p> <p><strong>Kata Kunci:</strong> Desinkronisasi sirkadian, Inflamasi, HPA-Axis, Kortisol, Metabolisme energi</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3573TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK: INDIKASINYA, EFEK FISOLOGIS, BIOKIMIA DAN FARMAKOLOGISNYA 2025-06-12T23:28:27+00:00Syazili Mustofasyazilimustofa.dr@gmail.comRatu Kirana Siva Khoiriratukiranasivakhoiri@gmail.com<p>Terapi oksigen hiperbarik merupakan metode terapeutik di mana pasien menghirup oksigen murni (100%) dalam ruang bertekanan tinggi (≥1 ATA) guna meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam plasma. Terapi ini secara signifikan mempercepat pelepasan karbon monoksida dari hemoglobin dan digunakan secara klinis untuk menangani keracunan CO, penyakit dekompresi, luka iskemik, infeksi berat, serta luka kronis seperti ulkus diabetik. Efek fisiologis utama terapi oksigen hiperbarik meliputi peningkatan oksigenasi jaringan, pengurangan edema, dan stimulasi proses penyembuhan. Di tingkat biokimiawi, terapi oksigen hiperbarik memodulasi stres oksidatif dan respons inflamasi melalui peningkatan enzim antioksidan (SOD1, GPX2) dan sitokin pro-regeneratif (IL-1β, VEGF), sekaligus menekan TNF-α. Efektivitasnya juga terbukti dalam perbaikan klinis pasien COVID-19 dengan pneumonia hipoksemik melalui peningkatan saturasi oksigen dan penurunan penanda inflamasi serta koagulasi. Dengan spektrum indikasi luas dan dampak molekuler yang mendalam, Terapi oksigen hiperbarik merupakan terapi tambahan yang menjanjikan dalam berbagai kondisi klinis, meskipun beberapa kontraindikasi absolut dan relatif tetap perlu diperhatikan.</p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3623Potensi Daun Kemangi (Ocimum sanctum) sebagai Insektisida Mat Elektrik untuk Pengendalian Vektor Demam Berdarah2025-06-25T21:36:53+00:00Linda Septianilinda.septia19@gmail.comIntan Kusumaningtyasintan.kusumaningtyas@fk.unila.ac.idTerza Aflika Happyterzaaflika@fk.unila.ac.idWiwi Febrianiwiwi.febriani@fk.unila.ac.idPrimasari Pertiwiprimasari.pertiwi@fmipa.ac.idEndah Setyaningrumendahsetyaningrum@fmipa.ac.id<p>Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat gobal dan khususnya di Indonesia. DBD ditularkan oleh vektor nyamuk <em>Aedes aegypti</em> sebagai vektornya. Penggunaan insektisida sintetis dalam jangka panjang dapat menimbulkan resistensi dan dampak lingkungan, sehingga diperlukan alternatif berbasis bahan alami. Daun kemangi (<em>Ocimum sanctum)</em> diketahui mengandung senyawa aktif seperti eugenol yang memiliki potensi sebagai insektisida alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi ekstrak daun kemangi dari berbagai literatur sebagai bahan aktif dalam formulasi mat elektrik, yaitu pad pemanas penguap senyawa volatil yang bekerja sebagai pembunuh atau pengusir nyamuk. Berdasarkan kajian literatur dari berbagai studi eksperimental, penggunaan ekstrak kemangi dalam <em>electric mat</em> menunjukkan efektivitas yang tinggi dalam menurunkan populasi nyamuk <em>Aedes aegypti</em>, dengan tingkat mortalitas hingga 100% pada konsentrasi tertentu. Selain itu, metode aplikasi melalui mat elektrik terbukti mampu mengoptimalkan penguapan senyawa aktif, meningkatkan daya bunuh dan daya tolak terhadap nyamuk. Hasil ini menunjukkan bahwa daun kemangi berpotensi dikembangkan sebagai insektisida alami yang ramah lingkungan untuk pengendalian vektor DBD secara berkelanjutan.</p> <p><strong>Kata Kunci</strong>: Demam Berdarah Dengue, daun kemangi, Insektisida, Mat Elektrik, Nyamuk <em>Aedes aegypti</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampunghttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/3624Pemanfaatan Kecerdasan Buatan sebagai Alat Bantu Diagnosis di Bidang Kesehatan : Literatur Review2025-06-26T19:39:24+00:00Mohamad Idrismohamad.idris@if.itera.ac.idAngga Wijayaangga.wijaya@if.itera.ac.idLinda Septianilinda.septiani@fk.unila.ac.idTerza Aflika Happyterza.aflika@fk.unila.ac.idRisti Grahartiristi.graharti@fk.unila.ac.id<p>Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah memberikan dampak besar dalam sektor kesehatan, khususnya dalam membantu proses diagnosis penyakit. AI mampu mengolah data medis dalam jumlah besar, seperti gambar radiologi, rekam medis elektronik, hingga data genomik, dengan tingkat efisiensi dan akurasi yang tinggi. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa penggunaan algoritma <em>machine learning </em>dan <em>deep learning </em>dalam diagnosis mampu mengidentifikasi penyakit kronis seperti COVID-19, kulit, dan periodontal dengan akurasi yang sangat tinggi. Beberapa kondisi dapat melampaui kinerja tenaga medis manusia dari segi kecepatan dan akurasi. Selain mempercepat proses penegakan diagnosis, AI dapat meminimalkan risiko kesalahan manusia serta meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Di bidang radiologi, teknologi seperti <em>convolutional neural networks (CNN) </em>telah digunakan secara efektif untuk mendeteksi kelainan jaringan melalui CT scan dan MRI dengan hasil yang lebih presisi. AI juga berperan penting dalam sistem pendukung keputusan klinis (<em>Clinical Decision Support System/CDSS</em>), yang mendorong implementasi pengobatan berbasis data dan pendekatan yang dipersonalisasi. Namun, penerapan AI di negara berkembang seperti Indonesia masih dihadapkan pada berbagai tantangan, antara lain terbatasnya data lokal, ketimpangan infrastruktur digital, serta permasalahan etika dan regulasi. Kajian literatur ini bertujuan untuk meninjau manfaat AI dalam bidang diagnosis medis, serta mengidentifikasi hambatan yang perlu diatasi agar teknologi ini dapat diimplementasikan secara optimal dan berkelanjutan dalam sistem layanan kesehatan yang beragam.</p> <p><strong>Kata kunci</strong>: <em>Clinical Decision Support System</em>, <em>Deep Learning</em>, Diagnosis Medis, Kecerdasan Buatan, <em>Machine Learning</em></p>2025-06-29T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Jurnal Kedokteran Universitas Lampung